Friday 3 February 2012

MERINDING DI MUSEUM


Pagi itu kami langsung meluncur meninggalkan tempat tinggal kami di seputaran Tebet menuju daerah Cipayung. Kondisi lalu lintas di pagi itu diluar kebiasaan kota jakarta. Jalanan tidak sampai membuat kami  harus menahan pedal rem berkali kali. Sewaktu melintas di depan kampus UKI, mobil kami diberhentikan oleh seorang polisi bermotor dengan dakwaan pelanggaran lalu lintas karena melewati jalur busway.

Kaca mobil pun kami buka sepertiga,..tanpa basa basi dan dengan wajah yang tidak mengahadap ke kami, tangan polisi langsung masuk . Saya kira dia mau menagih STNK dan SIM, ternyata Aris malah memberikan uang 50ribu dan tanpa kalimat tambahan polisi itu pergi. Saya baru paham makna adegan barusan.

Melintasi Jakarta di pertengahan antara pagi dan siang terasa jauh lebih manusiawi.  Semua penduduknya sedang terpenjara di ruang kerja masing masing.  Perjalanan mencari monumen pancasila sakti pun menjadi menyenangkan. Tempat yang lebih dikenal dengan lubang buaya ini terletak di daerah kelurahan lubang buaya, cipayung, jaktim. Walaupun letakkannya tidak lah di tengah keramain seperti area lain di jakarta, namun penunjuk jalan yang jelas membuat kami tidak tersasar sedikitpun

Di dalam area monumen ini ada  dua fokus tempat. Di bagian kanan adalah bangunan museum yang berisi barang barang terkait G30SPKI sedangkan disebelah kiri adalah monumen pancasila sakti yang berisi patung pahlawan revolusi menjungjung garuda pancasila serta rumah rumahan dengan sumur/lubang buaya tempat pembuangan mayat para jendral.

Tidak sabar rasanya saya langsung masuk. Dengan penuh semangat  saya lari  bukan ke kedua fokus tempat itu melainkan ke toilet di belakang area museum. Perut bergejolak karena belum laporan pagi.  Saya jadi merasa bersalah, jauh jauh kesini malah memprioritaskan tolet diatas segalanya.

Di hadapan monumen pancasila sakti saya berdiri menatap betapa besarnya Burung garuda pancasila yang memayungi ketujuh pahlawan revolusi dibawahnya. Hal paling membuat merinding dan bertanya tanya adalah posisi tangan (kalo gak salah) pak jendral A.yani yang menunjuk tegas ke depan. Ntah apa pesan yang ingin diungkapkan si penggagas  ide monumen ini.

Di depan patung ini ada rumah rumahan dari bambu yang di dalamnya ada sumur/lubang buaya. Sungguh terlalu, saking artistiknya lubang i malah mirip dekorasi OVJ. Suasana mencekam  berhasil dibangun dengan background suara seram penembakan yang dilakukan oleh PKI. Didengar berulang ulang bikin serem karena teriakan teriakan sekarat yang terdengar keras..sayangnya dinodai oleh lubang buaya yang tidak natural.

lubang buaya
Namun masih jauh lebih merinding saat memasuki ruang museum. Museum memang selalu identik dengan benda benda berumur dan memiliki cerita bernilai sejarah. Satu satu ruang pamer  kami masuki. Didalam lemari lemari kaca besar tergantung  baju, sarung, dan celana berlumuran darah, tercabik senjata tajam dan tertembus peluru. Semua dilengkapi dengan ilustrasi, foto foto pasca penyiksaan, dan deskripsi.  Menggabungkan semua yang saya lihat dengan memori  film PKI yang selaluu diputar di TV setiap 30 september seharian di masa orde baru membuat jantung merinding berdegup degup. Kejam dan biadab. Tapi makin merinding makin asik, makin mengesankan. Cuma Aris sudah tak tahan ingin cepat keluar. Dia punya kenangan traumatis dengan G30SPKI saat masih balita. 

Coba ada paket tour malam, pantas untuk di coba. Kan mereka pahlawan pecinta tanah air..pasti gak akan nakut nakutin.