27 desember 2008
Sudah lama, aku merencanakan untuk menjelajah Solo, Solo aku anggap sebagai kota wajib kunjung di Jawa. Solo memiliki suatu pesona yang selalu bisa memanggilku untuk terus berusaha menyambangi. Dibanding kota lain yang telah kudatangi di Jawa yaitu Serang, Jakarta, Semarang, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Solo memiliki kemiripan dengan Yogyakarta. Namun tetap saja harus dikunjungi karena jika di Zoom In, banyak hal hal keren yang cuma ada disini.
Perjalanan aku lakukan dengan dua teman kuliah Kitty dan Monita, kami berncana berangkat ke Solo menggunakan kereta api Prambanan Ekspress (PRAMEKS) di Statiun Besar Jogjakarta (a.k.a stasiun Tugu). Awalnya kita mau berangkat dengan kereta jam 08.30 namun kita terlambat sehingga harus menunggu prameks berikutnya pada jam 10.05. Sambil menunggu kereta, aku mencari sarapan karena dari tadi belum sempat menyantap apa pun. Akhirnya aku menemukan nasi bungkus lauk ayam dan sebotol air mineral 600mL yang langsung aku santap sampai habis. Tepat jam 10. 05 kereta datang di jalur 3 rel bagian selatan. kami sudah siap siap menuggu di pelataran tunggu diatas rel mengingat siapa cepat dia yang dapat adalh hukum yang berlaku di prameks. Tapi tetap saja kami bertiga gak dapat tempat sehingga harus berdiri dan desak desakan. Penumpangnya penuh banget. Kereta berhenti di stasiun Lempuyangan dan bandara Adi Sudtjipto, sampai di stasiun Klaten aku udah gak tahan lagi berdiri, yang dengan cuek aku duduk di bawah tanpa memperdulikan orang orang yang berdiri berdesakan kemudian diikuti oleh Monita yang juga kelihatan sudah pegel tapi Kitty tetap bertahan berdiri ala latihan jadi dokter bedah. Akhirnya jam 11.00 kita sampai di statisun purwosari dan kita turun disini. Langsung aja abang abang becak dengan gencar menawarkan jasa dengan harga yang ternyata menipu. Jadi kita harus hati hati. Kita tanya pada polisai yang ada di depan. Polisi bilang kalo mau ke keraton kita naik damri atau bis surya kencana A, kalau turun dimana nanti tanya kondekturnya aja. Tapi udah lama gak ada tuh bisnya, ya kita jalan terus karena gak tahan ama serbuan tukang becak. Sampai kira kira udah jalan 1 KM lebih baru ada damri. Kita naik damri dan ternyata ini damri paling nyaman se-Indonesia, ada ACnya terus kondekturnya ramah terus ada bel di setiap tempat duduk. Jadi gak perlu teriak kalo mau turun. tinggal pencet bel kan. Modern sekali.
Setelah mencari rekomendasi tempat turun dari ibu ibu di sebelah tempat duduk, kita turun diperempatan bunderan yang ada patung pahlawan Slamet Riyadi. Kita langsung menyebrang mengikuti saran ibu tadi, mengarah ke selatan. Dari sini di kejauhan sudah terlihat alun alun dan bangunan seperti keraton. Kita udah semangat banget kesana tapi pas sudah sampe di depannya ternyata itu bukan keraton tapi semacam toko dan keraton ada di belakang gedung itu. Karena udah capek dan haus kita bertiga memutuskan untuk turun minum, kita minum ES dawet pake gentong dan gerabah. Sedang asik minum ternyata ada rombongan karyawan Toyota Cibitung lagi touring yang langsung nyapa kita. Mereka ngegodain Monita ama Kitty tapi mereka orangnya baik baik. Selanjutnya kita melanjutkan perjalanan memutar melewati tembok tembok luar keraton dan membeli tiket masuk. Kita beruntung karena ada rombongan anak anak SMA dari Tasik Malaya yang lagi study tour, jadi bisa sekalian numpang dengerin guide yang mereka bayar..haaa..WISMAT (wisatawan hemat) sejati. Kita masuk ke halaman keraton yang di penuhi pohon sawo kecik dengan jarak tanam rapat rapat. Tanahnya ditutupi pasir yang kata giudenya diambil dari laut selatan. O ya, kita kudu lepas sandal atau makai sepatu dan gak boleh pake kacamata hitam kalo masuk halaman ini. Pendoponya ternyata sudah bukan bangunan asli lagi karena beberapa puluh tahun lalu sempat hancur oleh peristiwa kebakaran aibat korsleting listrik. Tragis.
Jelajah keraton kita isi dengan foto foto dan masuk ke setiap ruang yang berisi mulai dari alat perang, diorama pangeran diponegoro, keris pusaka, tandu raja, meriam, pelana kuda, foto anggota keluarga raja, kereta raja, arca dan benda keramat lainnya. Cuma muterin keraton rasanya sudah capek. Sebelum ke target selanjutnya kita singgah di mesjid dulu, mesjid Agung Surakarta. Aku hanya nungguin Monita dan Kitty wudlu dan sholat di sayap selatan. Tadi kita juga berencana ke pasar Klewer tapi karena gak taw kita gak jadi, tapi lagi, ternyata pasar Klewer tepat di samping selatan mesjid ini. Karena pasarnya sama dengan pasar Beringharjo dan lebih kotor kita gak jadi. Kita langsung jalan kaki ke perempatan awal belok kanan, di kanan jalan ada PGS Pusat Grosir Solo yang jadi target kita selanjutnya. Aku gak ada target soalnya emang gak punya dan gak bawa duit. Disini cuma jadi pengawal menemani Monita dan Kitty memilih jilbab paris. Kakiku udah gak betah, dasar emang calon ibu ibu kalo belanja lamanya lama bener. Cuma tanya, nyoba nyoba tapi gak jadi beli. Setelah lebih dari satu jam cuma dapet satu jilbab. Kita keluar karena udah lapar. Kita tanya ke information centre nya PGS dimana tempat makan khas Solo, Timlo Solo. Kita langsung meluncur jalan ke utara. Sambil menunggu temenku yang udah 6 tahun gak ketemu, kita berhenti di depan kantor pos Solo. Temenku Fendi dateng dengan motor dan langsung menghantarkan kita ke pasar Gede Solo depan balaikota Solo. Tiba tiba hujan deras turun, kita langsung menyusuri sisi luar pasar dan bertanya, tapi timlo Solo yang di pasar ini jam 3 sore sudah tutup sehingga kita harus pergi ke timlo Solo yang letaknya agak jauh di utara yang masih buka sampai sore. Karena harus menjemput kakaknya, temanku izin pulang ke rumahnya di dekat UNS. Kita memutuskan untuk menggunakan becak , satu becak bertiga. Jaraknya sekitar dua kilometer, dengan iringan hujan deras bertiga di becak kita foto foto bareng. Sampai di depan RM Timlo Solo kita foto lagi di planknya sebagai bukti kita pernah kesini. Didalam kita semua pesen timlo Solo komplit. Kita bener bener menikmati suasana kota Solo dengan kuliner dan nuansa jadulnya yang menawan. Jam sudah menunjukkan 15.30, sudah gak sempet mengejar kereta jam 16.05. Wisata budaya sudah, wisata belanja sudah, wisata rohani sudah, wisata kuliner sudah, wisata sejarah juga sudah. Sekarang kita bingung. Tapi Monita masih ada satu hal yang harus di cari yaitu pesenan teman kostnya, Serabi Solo. Berhubung Serabi Solo notosuman letaknya lumayan jauh, dan pasar malam langen bogan belum open kita menyususuri jalan menuju pasar gede berharap ada serabi kaki lima di pinggir jalan. Memang beruntung dan bejo kita ketemu serabi juga. Monita langsung pesen 20 , kitty pun akhirnya mesen 8 biji, aku sih cuma pesen untuk langsung dimakan, jadi cuma 3. Padahal rasanya enak tenan. Langit mendung lagi hujan turun deres lagi. Kita berteduh di toko. Tapi udah mau jam 5 kita gak mau ketinggalan kereta, kita berteduh dipinggir jalan di bawah pohon sambil nunggu bis damri. Tapi udah hampir setengah jam gak ada bis damri yang lewat, ternyata bis damrinya udah abis, gak ada yang lewat. Tapi ada juga bis yang menawarkan naik, bisnya menawarkan ke Purwosari. Setelah sampai perempatan patung bis tidak meluncur ke arah stasiun tapi belok ke arah berlawanan, mereka mengambil trayek memutar. Waduh apalagi jalanan macet banget , badan sudah ngantuk, dan takut terlambat. Kita diturunkan di perempatan terdekat dengan stasiun. Memang ternyata bisnya gak sampai di depan statisiun. Kita harus naik satu bis lagi. Sampai di stasiun sekitar jam 6 kurang 10 menit. Langsung beli tiket. 15 menit menunggu kereta datang dari arah timur. Kita bertiga langsung bersiap di dekat rel sambil berebut naik. Akhirnya kita tinggalkan Solo dengan untaian lingakaran pelangi di langit timur, suasana senja gerimis yang indah. Satu jam di kereta, bel kereta berbunyi mengumumkan pada semua penumpang, kita sudah sampai Jogja.
See you next time SOLO.
Perkiraan biaya (dari Jogja)
Prameks 2 x 7000 = 14.000
Damri 2 x 3000 = 6.000
Becak 4000 = 4.000
Dawet 4000 = 4.000
Tiket keraton 4000 = 4.000
Timlo 11000 = 11.000
Air mineral 2000 = 2.000
Serabi 1500 = 1.500.
No comments:
Post a Comment
thankyou for your comment..